Senin, 30 Juni 2008

Turki: Luar Biasa!

KALAU boleh jujur, dari sekian pertandingan yang dimainkan saat hajatan Piala Eropa 2008 Austria-Swiss begulir, hanya pertandingan Jerman-Turki yang membuatku terangsang untuk berkomentar. Pasalnya, pertandingan keduanya juga bernuansa duel sejarah. Semua bermula dari kekuasaan Kekaisaran Turki Usmani, yang di masa lalu pernah disebut “imperialis” oleh bangsa eropa. Bahkan, kalau pintu gerbang Wina pada saat itu bisa jebol oleh bala tentara Turki Usmani, maka boleh jadi peta eropa tidak seperti saat ini.

Namun, terlepas dari sentimen sejarah itu, pertandingan Jerman-Turki mempertontonkan semangat tak kenal menyerah hingga peluit terakhir berbunyi. Selebihnya, inilah pertanda kebangkitan Turki setelah bertahun-tahun lamanya menndapat julukan “The Sick Man of Europe” Semangat menyala gelandang Kazim Kazim, dan penyerang tengah Semih Santurk, dengan dukungan kiper Rustu Recber menggambarkan terbebasnya Turki dari belenggu trauma sejarah, yang selalu distigmakan dengan “pertarungan” modernisme cum sekulerisme dengan moderinisme cum Erbakanisme.

Seakan semua itu merupakan bagian masa lalu. Kini adalah Turki yang menatap terang jalan masa depan. Terang yang suluh lenteranya bermula dari kemenangan Erdogan dengan dukungan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mendudukan Abdullah Gul sebagai kepala negara, dan menguasai parlemen yang sejak bertahun-tahun lamanya dikuasai kalangan sekuler dukungan militer. Turki saat ini juga Turkiye yang tengah menjalani proses krusian de-sekulerisasi. Benarkah? Tapi, setidaknya sepakbola yang dipertontonkan anak asuh Fetih Terim menggambarkan sebuah nyala nasionalisme.

Itu artinya olahraga, persisnya sepakbola juga mewariskan semangat cinta tanah air. Ia telah berhasil menghidupkan semangat kebangsaan. Bahkan bagi sebagian, kemenangan sepakbola berubah menjadi kompensasi cum katarsis sebuah negara akibat sebuah kenyataan getir. Pertandingan Argentina-Inggris, Iran-Amerika Serikat, Korea Utara-Korea Selatan selalu merebakkan sinyal itu. Tapi, di luar semua itu lazimnya bahasa, kini sepakbola juga telah menjadi elemen perekat rasa kebangsaan. Ia telah menjadi identitas kebangsaan. Balack adalah Jerman, Chivu ialah Romania, Novak adalah Kroasia. Buffon adalah Cattenacio, Robben ialah Totaal Voetball, Torres adalah El Matadore. Selebihnya, Turkey is Superb!

Tidak ada komentar: