Air Juga Makhluk!
Setiap tanggal 22 Maret selalu diperingati sebagai Hari Air se-Dunia. Namun tidak sadar, selama berabad-abad lamanya, manusia memperlakukan air seenaknya. Di saat berlimpah keberadaannya tak pernah dihiraukan. Namun di kala terbatas ketersediannya juga selalu menjadi bahan gerutuan. Padahal sebagai barang publik, keberadaan dan ketersediaan air harus dimanfaatkan secara beradab, adil antara kebutuhan dan keinginan. Ironisnya, justru atas nama dua alasan itu, air akhirnya berubah menjadi makhluk yang menakutkan.
Dalam prakteknya, karena kebutuhan air akhirnya menjadi barang yang dikuasai untuk kepentingan berdalih keagamaan. Air karena keinginan, akhirnya juga menyerah menjadi barang yang dikuasai kepentingan ekonomi. Saat air menjadi barang ekonomi, maka saat itulah statusnya sebagai barang publik berakhir. Ia dipuja karena berharga jual. Air menjadi komoditas yang diperjualbelikan, baik saat melimpah apalagi saat terbatas. Dua motif itulah, keagamaan dan ekonomi yang akhirnya membuat air sebagai makhluk tercerabut dari akar keadilannya. Alhasil, air untuk sebagian dipaksa untuk menyandera makluk lain.
Ujungnya bahaya perang juga mengintip, karena aksi klaim dan kesewenangan terhadap keberadaan dan ketersediaan. Apalagi dengan dalih keagamaan, air semakin dibekap suaranya sebagai keadilan dunia. Dia menjadi sesuatu yang sia-sia karena alasan ritual. Menjadi semakin parah, ketika dengan ketersediaan dan keberadaaan itu akhirnya dieksploitasi karena ambisi mengejar rente. Banyak contoh bisa dilihat, sebut saja saat terjadi kenaikan tarif air. Dengan semakin menipisnya cadangan air layak guna, seharusnya keberadaan dan ketersediaan air dikembalikan pada asalnya. Agar hidup ini tidak menjadi panas karena hilangnya rasa keadilan. Karena, untuk alasan apapun dan bagaimanapun, air juga makhluk!
Senin, 24 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar